Saturday, January 19, 2013

KENAPA BUKAN AYAH SAJA YANG MENINGGAL?


     Ia masih seorang bocah yang duduk di bangku kelas 3 Sekolah Dasar. Suatu kali ustadz di kelasnya memotivasi para siswa untuk menjaga shalat jamaah shubuh. Bagi si anak, shalat shubuh sulit dilakukan secara berjamaah di masjid. Namun kali ini sang bocah bertekad menjalankan shalat shubuh di masjid. Lalu dengan cara bagaimana anak ini memulainya?
     Dibangunkan Ayah? Ibu? Dengan alarm?
Bukan!
     Sang anak nekat tak tidur semalaman lantaran takut bangun kesiangan. Semalaman anak begadang, hingga tatkala adzan shubuh berkumandang, iapun ingin segera keluar menuju masjid.
     Tapi, tatkala ia membuka pintu rumah, suasana sangat gelap, pekat, sunyi, senyap. Membuat nyalinya ciut. Tahukah Anda, apa yang ia lakukan kemudian? Tatkala itu, sang bocah mendengar langkah kaki kecil dan pelan, dengan diiringi suara tongkat menghentak tanah. Ya, ada kakek-kakek berjalan dengan tongkatnya. Sang bocah yakin, kakek itu sedang berjalan menuju masjid.
     Maka ia mengikuti di belakangnya, tanpa sepengetahuan sang kakek. Begitupula cara ia pulang dari masjid.
     Bocah itu menjadikan itu sebagai rutinitas keseharian,; begadang malam lalu shalat shubuh mengikuti kakek-kakek. Dan ia tidur setelah shubuh hingga menjelang sekolah. Orang tuanya tidak ada yang tahu, selain hanya melihat sang bocah lebih banyak tidur di siang hari dari pada bermain. Dan ini dilakukannya agar bisa begadang malam.
     Hingga suatu kali.
     Terdengar kabar olehnya, kakek yang biasa diikutinya itu meninggal. Sontak, si bocah menangis sesenggukkan. Sang ayah heran dan bertanya, "Mengapa kamu menangis, nak? Ia bukan kakekmu, bukan siapa-siapa kamu!"
     Saat si ayah mengorek sebabnya, sang bocah sembari menangis spontan berkata, "Kenapa bukan Ayah saja yang meninggal?"
     "A'udzu billah, kenapa kamu berbicara seperti itu, Nak?" kata sang ayah heran.
     Si bocah berkata, "Mendingan Ayah saja yang meninggal, karena Ayah tidak pernah membangunkan aku shalat Shubuh, tidak pernah mengajakku ke masjid. Sementara kakek itu, setiap pagi saya bisa berjalan di belakangnya untuk shalat jamaah shubuh."
     Allahu Akbar! Menjadi kelu lidah sang ayah, hingga tak kuat menahan tangisnya.
     Kata-kata anak itu mampu merubah sikap dan pandangan sang ayah, hingga membuat sang ayah sadar sebagai pendidik bagi anaknya, dan lebih dari itu sebagai hamba dari Pencipta-Nya yang semestinya taat menjalankan perintah-Nya. Sang ayah rajin shalat berjamaah karena dakwa dari anaknya.


Selain itu dengan sangat jelas diperintahkan oleh Allah SWT.

Abu Hurairah  berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
تَفْضُلُ صَلَاةُ الْجَمِيعِ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ وَحْدَهُ بِخَمْسٍ وَعِشْرِينَ جُزْءًا, وَتَجْتَمِعُ مَلَائِكَةُ اللَّيْلِ وَمَلَائِكَةُ النَّهَارِ فِي صَلَاةِ الْفَجْرِ. ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ: فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ: إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا
“Shalat berjama’ah lebih utama dibanding shalatnya salah seorang dari kalian dengan sendirian dengan dua puluh lima bagian. Dan para malaikat malam dan malaikat siang berkumpul pada shalat fajar (subuh).” Abu Hurairah kemudian berkata, “Jika mau silakan baca, “Sesungguhnya bacaan (shalat) fajar disaksikan (oleh para malaikat).” (QS. Al Israa: 78). (HR. Al-Bukhari no. 137 dan Muslim no.632)

Dari Abu Hurairah  dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ أَثْقَلَ صَلَاةٍ عَلَى الْمُنَافِقِينَ صَلَاةُ الْعِشَاءِ وَصَلَاةُ الْفَجْرِ وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِالصَّلَاةِ فَتُقَامَ ثُمَّ آمُرَ رَجُلًا فَيُصَلِّيَ بِالنَّاسِ ثُمَّ أَنْطَلِقَ مَعِي بِرِجَالٍ مَعَهُمْ حُزَمٌ مِنْ حَطَبٍ إِلَى قَوْمٍ لَا يَشْهَدُونَ الصَّلَاةَ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ بِالنَّارِ
“Shalat yang dirasakan paling berat bagi orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaannya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Sungguh aku berkeinginan untuk menyuruh seseorang sehingga shalat didirikan, kemudian kusuruh seseorang mengimami manusia, lalu aku bersama beberapa orang membawa kayu bakar mendatangi suatu kaum yang tidak menghadiri shalat, lantas aku bakar rumah-rumah mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 141 dan Muslim no. 651)

Usman bin Affan  berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِي جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ
“Barangsiapa yang shalat isya` berjama’ah maka seolah-olah dia telah shalat malam selama separuh malam. Dan barangsiapa yang shalat shubuh berjamaah maka seolah-olah dia telah shalat seluruh malamnya.” (HR. Muslim no. 656)

Jundab bin Abdillah Al-Qasri  berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللَّهِ فَلَا يَطْلُبَنَّكُمْ اللَّهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ فَإِنَّهُ مَنْ يَطْلُبْهُ مِنْ ذِمَّتِهِ بِشَيْءٍ يُدْرِكْهُ ثُمَّ يَكُبَّهُ عَلَى وَجْهِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
“Barangsiapa yang shalat subuh maka dia berada dalam jaminan Allah. Oleh karena itu jangan sampai Allah menuntut sesuatu kepada kalian dari jaminan-Nya. Karena siapa yang Allah menuntutnya dengan sesuatu dari jaminan-Nya, maka Allah pasti akan menemukannya, dan akan menelungkupkannya di atas wajahnya dalam neraka jahannam.” (HR. Muslim no. 163)


Sumber:

  • Ar-Risalah No. 138 Vol. XII/ 16 Muharom - Safar 1434 H
  • http://al-atsariyyah.com/keutamaan-shalat-subuh-berjamaah.html
0 Comments
Komentar

0 comments:

Post a Comment